Trimegah Bangun Persada

Uji Tuntas Hak Asasi Manusia Terkait Ketenagakerjaan

Fihrrst x harita nickel composite 3


Dedikasi PT Trimegah Bangun Persada (TBP) untuk menegakkan hak asasi manusia diartikulasikan dalam Kebijakan Hak Asasi Manusia. Kebijakan ini memberikan landasan bagi TBP untuk mengatasi risiko hak asasi manusia dengan menerapkan langkah-langkah proaktif untuk memitigasi potensi dampak negatif yang diakibatkan oleh operasional dan hubungan bisnisnya. Di antara risiko dan dampak hak asasi manusia yang dicegah secara proaktif adalah kerja paksa atau kerja wajib, pekerja anak, perdagangan manusia, praktik kesehatan dan keselamatan kerja yang tidak adil, diskriminasi, kekerasan dan intimidasi, pelarangan serikat pekerja, lingkungan kerja yang tidak aman, dan pelecehan seksual.


Kebijakan Hak Asasi Manusia TBP mencakup pernyataan tentang penghormatan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan instrumen hak asasi manusia internasional, termasuk Prinsip 12 UNGP: 


  • Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia
  • Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik
  • Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
  • Delapan Konvensi Inti ILO


HRDD yang dilakukan oleh TBP mencakup berbagai topik hak asasi manusia, tetapi artikel ini secara khusus akan berfokus pada hak-hak pekerja.


Ruang lingkup HRDD yang terkait dengan hak-hak tenaga kerja mencakup bidang-bidang berikut:  


1. Penghapusan kerja paksa

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menguraikan 11 indikator yang termasuk sebagai kerja paksa (Indikator ILO tentang Kerja Paksa, 2012) yang terdiri dari:


  • Penyalahgunaan kerentanan
  • Penipuan
  • Pembatasan gerakan
  • Isolasi
  • Kekerasan fisik dan seksual
  • Intimidasi dan ancaman
  • Penyimpanan dokumen identitas
  • Pemotongan upah
  • Jeratan utang
  • Kondisi kerja dan tempat tinggal yang tidak layak
  • Lembur yang berlebihan

Uji Tuntas Hak Asasi Manusia yang terkait dengan kerja paksa dilakukan dengan menilai prakti  di dalam Perusahaan terhadap indikator-indikator di atas.


Temuan HRDD tentang Praktik yang Baik dalam Mengelola Risiko Kerja Paksa

Hasil penelaahan dokumen dan wawancara dengan karyawan dan pekerja kontraktor menunjukkan bahwa tidak ada kerja paksa yang terkait dengan operasional tambang.


Komitmen untuk menghapuskan kerja paksa tercermin dalam Rancangan Kebijakan Hak Asasi Manusia, Kebijakan Keberlanjutan Grup, dan Memo Internal tentang Komitmen Kebijakan Hak Asasi Manusia. Perusahaan telah menerapkan komitmennya melalui langkah-langkah berikut:


  • Menyediakan kontrak kerja tertulis dan mudah dipahami yang merinci upah, durasi kerja, waktu kerja dan istirahat, tunjangan, serta syarat dan ketentuan kerja.
  • Melarang penyimpanan dokumen identitas atau barang pribadi berharga lainnya.
  • Melarang penggunaan ancaman hukuman fisik, pelecehan, dan intimidasi terhadap karyawan atau keluarganya dengan tujuan pemaksaan atau tindakan disipliner.
  • Menerapkan jam kerja sesuai dengan peraturan nasional. Selain itu, karyawan memiliki pengaturan kerja roster (misalnya sembilan minggu kerja dan dua minggu libur) dan memiliki hak untuk cuti sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang nasional. Karyawan juga dapat mengambil cuti khusus untuk keadaan khusus (30 hari).
  • Memastikan kontraktor dan subkontraktor memberikan kontrak kerja kepada para pekerjanya.
  • Membayar upah karyawan sesuai dengan atau melebihi standar upah yang layak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  • Melarang kerja lembur yang bersifat wajib. Berdasarkan wawancara dengan pekerja, setiap pekerja atau kru non-staf yang diminta untuk bekerja lembur harus mengisi formulir persetujuan terlebih dahulu. Selain itu, pekerja yang tidak bersedia untuk bekerja lembur karena alasan dan keadaan tertentu dapat menolak permintaan kerja lembur.
2. Penghapusan pekerja anak

Pekerja anak masih banyak ditemukan di industri pertambangan, terutama di operasi pertambangan emas, timah, dan pasir. Selain itu, pekerja anak juga masih ada di sektor konstruksi. Meskipun anak-anak mungkin tidak dipekerjakan secara langsung sebagai pekerja konstruksi, mereka mungkin terlibat sebagai pekerja tambahan, misalnya sebagai petugas kebersihan di lokasi akomodasi pekerja (Biro Urusan Perburuhan Internasional, 2022; Hidron, C. dan Koepke, R., 2014).


Temuan HRDD tentang Praktik Baik dalam Mengelola Risiko Pekerja Anak

Perusahaan telah menunjukkan komitmennya terhadap penghapusan pekerja anak yang tercermin dalam Rancangan Kebijakan Hak Asasi Manusia, Kebijakan Keberlanjutan Grup, Peraturan Perusahaan, dan SOP Rekrutmen. Perusahaan menetapkan batas usia minimum rekrutmen adalah 18 tahun, kecuali untuk operator dump truck, yang harus berusia minimum 21 tahun.

Perusahaan memberikan pelatihan mengenai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan penghapusan kerja paksa dan penghapusan pekerja anak kepada para karyawan termasuk karyawan kontraktor.


3. Kebebasan berserikat

PTTBP tidak memiliki serikat pekerja, sebagai alternatif, perusahaan telah membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit. Pembentukan dan fungsi LKS juga diatur dalam peraturan perusahaan.


Temuan HRDD tentang Praktik Baik dalam Kebebasan Berserikat

Perseroan menjunjung tinggi kebebasan berserikat, sebagaimana diuraikan dalam Rancangan Kebijakan Hak Asasi Manusia Perusahaan, Kebijakan Keberlanjutan Grup, dan sesuai dengan konvensi ILO yang menjamin hak-hak untuk berserikat. Perseroan mengizinkan karyawan untuk membuat mekanisme alternatif, yang dikenal sebagai Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit, untuk menyuarakan keluhan dan melindungi hak-hak mereka.


Selain temuan mengenai praktik-praktik baik dalam hal kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang terkait dengan ketenagakerjaan, uji tuntas ini juga mengidentifikasi temuan isu-isu hak asasi manusia dan memberikan rekomendasi mitigasi , seperti yang diuraikan dalam tabel berikut. 


HRDD mengidentifikasi temuan Isu-isu Hak Asasi Manusia dan memberikan Rekomendasi Mitigasi sebagai berikut:


Temuan Isu-isu Hak Asasi Manusia Risiko dan Dampak yang Teridentifikasi Rekomendasi Area yang di identifikasiObjektif
Penghapusan Kerja Paksa Tidak adanya peraturan internal yang mengatur tentang lembur di satu kontraktor konstruksi. Gunakan pengaruh dan libatkan kontraktor untuk memastikan hak-hak pekerja mereka terpenuhi TBP dan unit bisnis lainnya Risiko kerja paksa dan ketidakpatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan baik dalam operasi perusahaan maupun rantai pasokan dimitigasi dengan baik.
Melakukan penilaian hak asasi manusia dalam rantai pasokan.
TBP dan unit bisnis lainnya
Mengembangkan peraturan internal yang mengatur tentang lembur.
Kontrakor Konstruksi
Kerja lembur sukarela yang berlebihan bagi pekerja yang menangani makanan di lokasi operasi HPAL. Menilai kembali alokasi karyawan di bagian yang terkait.
HPL
Penilaian ulang alur kerja pasokan makanan. HPL
Slip gaji hanya diberikan berdasarkan permintaan oleh salah satu kontraktor konstruksi. Gunakan pengaruh PTTBP dan libatkan kontraktor untuk memastikan hak-hak pekerja mereka terpenuhi.
TBP dan unit bisnis lainnya
Melakukan penilaian hak asasi manusia dalam rantai pasokan. TBP dan unit bisnis lainnya
Menyediakan slip gaji elektronik otomatis untuk para pekerja. Kontraktor Konstruksi
Kebebasan Berserikat Belum adanya badan tata kelola yang formal dan jelas di LKS Bipartit serta kurangnya kesadaran akan keberadaannya di kalangan pegawai. Memformalkan LKS bipartit dan melakukan peningkatan kesadaran pada karyawan. TBP dan unit bisnis lainnya Semua karyawan diberikan informasi dan bebas untuk bergabung dan berpartisipasi dalam LKS Bipartit.


Referensi:

Bureau of International Labor Affairs. (2022). Findings on the Worst Forms of Child Labor—Indonesia.

https://www.dol.gov/agencies/Ilab/resources/reports/child-labor/indonesia.


Hidron, C. and Koepke, R. (2014). Addressing Forced Labor in Artisanal and Small-scale Mining (ASM). Alliance for Responsible Mining.


ILO indicators of Forced Labour. (2012, October 1). ILO indicators of Forced Labour [Brochure]. 

http://www.ilo.org/global/topics/forced-labour/publications/WCMS_203832/lang--en/index.htm

Go Top