Dedikasi PT Trimegah Bangun Persada (TBP) untuk menegakkan hak asasi manusia diartikulasikan dalam Kebijakan Hak Asasi Manusia. Kebijakan ini memberikan landasan bagi TBP untuk mengatasi risiko hak asasi manusia dengan menerapkan langkah-langkah proaktif untuk memitigasi potensi dampak negatif yang diakibatkan oleh operasional dan hubungan bisnisnya. Di antara risiko dan dampak hak asasi manusia yang dicegah secara proaktif adalah kerja paksa atau kerja wajib, pekerja anak, perdagangan manusia, praktik kesehatan dan keselamatan kerja yang tidak adil, diskriminasi, kekerasan dan intimidasi, pelarangan serikat pekerja, lingkungan kerja yang tidak aman, dan pelecehan seksual.
Kebijakan Hak Asasi Manusia TBP mencakup pernyataan tentang penghormatan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan instrumen hak asasi manusia internasional, termasuk Prinsip 12 UNGP:
HRDD yang dilakukan oleh TBP mencakup berbagai topik hak asasi manusia, tetapi artikel ini secara khusus akan berfokus pada hak-hak pekerja.
Ruang lingkup HRDD yang terkait dengan hak-hak tenaga kerja mencakup bidang-bidang berikut:
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menguraikan 11 indikator yang termasuk sebagai kerja paksa (Indikator ILO tentang Kerja Paksa, 2012) yang terdiri dari:
Uji Tuntas Hak Asasi Manusia yang terkait dengan kerja paksa dilakukan dengan menilai prakti di dalam Perusahaan terhadap indikator-indikator di atas.
Hasil penelaahan dokumen dan wawancara dengan karyawan dan pekerja kontraktor menunjukkan bahwa tidak ada kerja paksa yang terkait dengan operasional tambang.
Komitmen untuk menghapuskan kerja paksa tercermin dalam Rancangan Kebijakan Hak Asasi Manusia, Kebijakan Keberlanjutan Grup, dan Memo Internal tentang Komitmen Kebijakan Hak Asasi Manusia. Perusahaan telah menerapkan komitmennya melalui langkah-langkah berikut:
Pekerja anak masih banyak ditemukan di industri pertambangan, terutama di operasi pertambangan emas, timah, dan pasir. Selain itu, pekerja anak juga masih ada di sektor konstruksi. Meskipun anak-anak mungkin tidak dipekerjakan secara langsung sebagai pekerja konstruksi, mereka mungkin terlibat sebagai pekerja tambahan, misalnya sebagai petugas kebersihan di lokasi akomodasi pekerja (Biro Urusan Perburuhan Internasional, 2022; Hidron, C. dan Koepke, R., 2014).
Perusahaan telah menunjukkan komitmennya terhadap penghapusan pekerja anak yang tercermin dalam Rancangan Kebijakan Hak Asasi Manusia, Kebijakan Keberlanjutan Grup, Peraturan Perusahaan, dan SOP Rekrutmen. Perusahaan menetapkan batas usia minimum rekrutmen adalah 18 tahun, kecuali untuk operator dump truck, yang harus berusia minimum 21 tahun.
Perusahaan memberikan pelatihan mengenai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan penghapusan kerja paksa dan penghapusan pekerja anak kepada para karyawan termasuk karyawan kontraktor.
PTTBP tidak memiliki serikat pekerja, sebagai alternatif, perusahaan telah membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit. Pembentukan dan fungsi LKS juga diatur dalam peraturan perusahaan.
Perseroan menjunjung tinggi kebebasan berserikat, sebagaimana diuraikan dalam Rancangan Kebijakan Hak Asasi Manusia Perusahaan, Kebijakan Keberlanjutan Grup, dan sesuai dengan konvensi ILO yang menjamin hak-hak untuk berserikat. Perseroan mengizinkan karyawan untuk membuat mekanisme alternatif, yang dikenal sebagai Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit, untuk menyuarakan keluhan dan melindungi hak-hak mereka.
Selain temuan mengenai praktik-praktik baik dalam hal kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang terkait dengan ketenagakerjaan, uji tuntas ini juga mengidentifikasi temuan isu-isu hak asasi manusia dan memberikan rekomendasi mitigasi , seperti yang diuraikan dalam tabel berikut.
HRDD mengidentifikasi temuan Isu-isu Hak Asasi Manusia dan memberikan Rekomendasi Mitigasi sebagai berikut:
Temuan Isu-isu Hak Asasi Manusia | Risiko dan Dampak yang Teridentifikasi | Rekomendasi | Area yang di identifikasi | Objektif |
---|---|---|---|---|
Penghapusan Kerja Paksa | Tidak adanya peraturan internal yang mengatur tentang lembur di satu kontraktor konstruksi. | Gunakan pengaruh dan libatkan kontraktor untuk memastikan hak-hak pekerja mereka terpenuhi | TBP dan unit bisnis lainnya | Risiko kerja paksa dan ketidakpatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan baik dalam operasi perusahaan maupun rantai pasokan dimitigasi dengan baik.
|
Melakukan penilaian hak asasi manusia dalam rantai pasokan. |
TBP dan unit bisnis lainnya | |||
Mengembangkan peraturan internal yang mengatur tentang lembur. |
Kontrakor Konstruksi | |||
Kerja lembur sukarela yang berlebihan bagi pekerja yang menangani makanan di lokasi operasi HPAL. | Menilai kembali alokasi karyawan di bagian yang terkait. |
HPL | ||
Penilaian ulang alur kerja pasokan makanan. | HPL | |||
Slip gaji hanya diberikan berdasarkan permintaan oleh salah satu kontraktor konstruksi. | Gunakan pengaruh PTTBP dan libatkan kontraktor untuk memastikan hak-hak pekerja mereka terpenuhi. |
TBP dan unit bisnis lainnya |
||
Melakukan penilaian hak asasi manusia dalam rantai pasokan. | TBP dan unit bisnis lainnya |
|||
Menyediakan slip gaji elektronik otomatis untuk para pekerja. | Kontraktor Konstruksi | |||
Kebebasan Berserikat | Belum adanya badan tata kelola yang formal dan jelas di LKS Bipartit serta kurangnya kesadaran akan keberadaannya di kalangan pegawai. | Memformalkan LKS bipartit dan melakukan peningkatan kesadaran pada karyawan. | TBP dan unit bisnis lainnya | Semua karyawan diberikan informasi dan bebas untuk bergabung dan berpartisipasi dalam LKS Bipartit. |
Referensi:
Bureau of International Labor Affairs. (2022). Findings on the Worst Forms of Child Labor—Indonesia.
https://www.dol.gov/agencies/Ilab/resources/reports/child-labor/indonesia.
Hidron, C. and Koepke, R. (2014). Addressing Forced Labor in Artisanal and Small-scale Mining (ASM). Alliance for Responsible Mining.
ILO indicators of Forced Labour. (2012, October 1). ILO indicators of Forced Labour [Brochure].
http://www.ilo.org/global/topics/forced-labour/publications/WCMS_203832/lang--en/index.htm
Go Top