Trimegah Bangun Persada

News Detail

Erich Mongdong: Mencintai Pekerjaan karena Panggilan Kemanusiaan

30 May 2023

MALAM ITU, kebakaran hebat terjadi di Desa Kawasi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Mendapati kabar tersebut, manajemen Harita Nickel segera mengirimkan bantuan pertolongan. Sebanyak 3 unit pemadam kebakaran dan 2 unit water truck lengkap dengan kru Emergency Response Team (ERT) meluncur ke lokasi kebakaran.

Erich Marvin Rizal Mongdong, ERT Supervisor PT Hamahera Persada Lygend (PT HPL), mengatakan kebakaran di Desa Kawasi itu merupakan salah satu kasus terberat yang pernah ditangani. Pasalnya, kerumunan warga yang sedang panik sempat menyulitkan akses kru ERT menuju ke Tempat Kejadian Perkara (TKP).  

“Tak bisa disalahkan, insting warga ingin menolong. Kalau di lingkungan perusahaan, lebih mudah dikondisikan karena karyawan dan pekerja yang sudah terlatih, tahu apa yang harus dilakukan,” ungkap Erich, mengenang kembali peristiwa nahas yang terjadi pada 23 Oktober 2022 silam itu.

Tak hanya di lingkungan perusahaan, tegas Erich, ERT Harita Nickel juga tanggap terhadap kejadian darurat di sekitar operasional tambang dan hilirisasi nikelnya yang ada di Pulau Obi.


Erich mongdong ert supervisor


ERICH MONGDONG memulai kariernya di Harita Nickel pada Juni 2021. Jabatannya sebagai ERT Supervisor di PT HPL, bisnis unit Harita Nickel penghasil bahan baterai kendaraan listrik pertama kali di Indonesia. Posisinya ini linier dengan pengalaman pekerjaan Erich sebelumnya di salah satu perusahaan tambang di Papua.

Meski sudah berpengalaman, bukan berarti Erich tak menghadapi kendala. Saat itu dia belum memiliki anggota yang secara khusus pernah mendapatkan pelatihan tanggap darurat. Struktur ERT sendiri juga belum terbentuk. Pekerjaan ini sebelumnya ditangani oleh tim Safety di bawah divisi Health, Safety, and Environment (HSE).

Namun situasi itu tak membuat Erich patah arang. Alih-alih menganggapnya sebagai kendala, belum adanya struktur ERT justru membuatnya tertantang. Dibantu personel Safety, dia perlahan membentuk tim. Memang dalam perjalanannya ternyata juga tidak mudah.

“Orang berpikirnya, kita ini pemadam kebakaran. Padahal lebih besar dari itu, karena kita juga dituntut bagaimana penyelamatan di laut, di ketinggian dan situasi darurat lainnya,” Erich menjelaskan.

Erich memaklumi kengganan orang bergabung ERT karena mereka belum memahami apa yang sebenarnya dikerjakan timnya. Dia pun terus mencari cara untuk memberikan penjelasan yang bisa lebih mudah dipahami.

“Saya bilang, kalau ERT itu gabungan dari pemadam kebakaran dan Basarnas dijadikan satu,” sambungnya, tapi hasilnya sama saja. Dari 17 Tenaga Harian Lepas (THL) yang sudah ditawari, tak satu pun mau bergabung.

“Lalu kita buat latihan simulasi peragaan. Saya minta izin tim safety jadi kelinci percobaan. Dari situ, barulah mereka paham apa yang dikerjakan ERT. Orang mulai mau bergabung,” timpalnya, merasa lega.

Dua tahun berjalan, ERT PT HPL kini telah memiliki 18 personel terlatih yang siaga 24 jam nonstop. Tim ini juga diperkuat oleh 60 relawan yang berasal dari lintas departemen. Para relawan ini setiap bulannya mengikuti pelatihan rutin. Kapanpun dibutuhkan, mereka siap diterjunkan ke lapangan bersama kru ERT.

“Apa yang kita trainingkan di ERT, mereka juga dapat, ilmunya sama. Mulai dari pelatihan fire, ketinggian, penyelamatan ekstrikasi, water rescue, medik,” jelas Erich.

Atas dedikasi dan kerja keras Erich bersama tim, ERT yang dulu asing di telinga kini telah dikenal banyak orang. Ruang kerja Erich di Office 911 PT HPL saban harinya sibuk melayani panggilan darurat. Tidak hanya kecelakaan kerja, tapi juga panggilan darurat lainnya seperti ketika ada karyawan yang sakit. Bahkan ke luar area perusahaan, seperti saat kebakaran di Kawasi tahun lalu.


Erich mongdong pt hpl


SEBAGAI ERT Supervisor, Erich memiliki tanggung jawab yang besar. Ia dituntut mampu mengoordinasikan anggota tim bekerja secara kompak, cermat dan tetap memperhatikan keselamatan. Hal ini dilakukan untuk memastikan keselamatan korban maupun kru saat melakukan penyelamatan.

“Saya perhatikan sampai ke perlengkapan. Jika saya lihat ada anggota yang tidak pakai sarung tangan, tidak pakai sepatu, saya tegur. Seorang pengawas harus bisa care sama crew nya, perhatikan sampai ke hal yang kecil-kecil,” terang Erich.

Selain keselamatan, setiap personel juga dituntut untuk selalu sigap. Di sisi lain, tak dipungkiri, semangat kerja setiap orang mengalami pasang dan surut. Untuk menumbuhkan dan menjaga semangat kerja kru, Erich menanamkan bahwa dalam melakukan pekerjaan tidak semata-mata untuk mengejar materi, tapi juga didasari atas nilai kemanusiaan.

“Uang itu, sebanyak apapun akan habis. Tapi kalau kita mau mencari pahala buat bekal kita yang tidak akan habis, di sinilah ladangnya. Pekerjaan kita ini misinya kemanusiaan, kita menolong orang,” kata Erich, menyemangati anggotanya.

Tanggungjawab dan kecintaan Erich terhadap pekerjaan lahir dari proses yang panjang. Suatu kali, pria berusia 33 tahun kelahiran Papua ini mendapati pengalaman yang telah mengubah sikap hidupnya hari ini.

Peristiwanya terjadi saat dia merantau di Yogyakarta beberapa tahun silam. Tepatnya pada tahun 2006, ketika terjadi gempa 5,9 SR di Yogyakarta. Erich yang saat itu tergabung dalam kelompok pecinta alam di SMA, diminta untuk menjadi relawan membantu petugas medis yang kewalahan menangani korban. Dia mengenang peristiwa itu seperti kiamat. Situasinya kacau; di mana-mana korban berjatuhan, terdengar suara tangis, teriakan dari berbagai arah.

Ia diminta oleh seorang petugas medis untuk menjaga salah seorang nenek yang menjadi korban gempa dengan luka yang cukup parah pada bagian matanya.

“Yang saya ingat, saya hanya diminta untuk menjaga nenek tersebut, mengajaknya mengobrol, dan memastikannya jangan sampai ia tertidur,” kisah Erich, mencoba memanggil kembali ingatannya.

Erich mencoba menjaga kesadaran korban. Ia terus lakukan itu semampunya, namun nasib memutuskan lain. Sang nenek meregang nyawa di pangkuannya. Pengalaman itu menjadi pukulan hebat baginya yang saat itu masih remaja. Berhari-hari dia dihantui rasa bersalah karena merasa gagal menolong korban.

“Awalnya saya orang paling acuh. Yang penting hidup saya aman, sudah cukup. Pengalaman itu menjadi trigger bagi saya untuk lebih peduli kepada orang lain, kepada lingkungan,” kata Erich.

Semenjak itu, dia mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. Dia aktualisasikan melalui kegiatan pecinta alam di sekolah. Demikian juga saat melanjutkah kuliah di Universitas Pelita Bangsa di Yogyakarta, jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia, tempat nongkrongnya tidak jauh dari komunitas pecinta alam.

Meski telah mengalami perkembangan yang signifikan, Erich masih memiliki mimpi besar. Dia berharap ERT ke depan dapat lebih banyak fokus untuk melakukan upaya penanggulangan. Potensi-potensi yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan terlebih dulu dilakukan mitigasi, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan lebih dini.

“Namanya Emergency Preparedness and Response Team. Sebelum direspon, sudah dimitigasi dulu. Kalau bisa jangan sampai ada panggilan. Nah, ini yang pelan-pelan juga sudah mulai kita lakukan,” kata Erich, optimistis.

Erich juga berharap sikap mengutamakan keselamatan dan peduli terhadap lingkungan menjadi budaya bagi setiap karyawan di seluruh bisnis unit Harita Nickel.

Go Top