24 August 2024
Pohon sengon dan cemara laut yang rindang menjadi payung yang meneduhkan bagi Mokhamad Rifai dan Bagas Nicolaus Saputra. Di tengah siang yang terik itu, keduanya sedang melakukan kegiatan pemantauan di area reklamasi Komodo milik Harita Nickel. Area seluas 11,82 hektar yang sebelumnya merupakan lahan bekas tambang ini telah kembali hijau dan dihuni oleh berbagai macam satwa.
Mokhamad Rifai, Mine Reclamation Superintendent Harita Nickel, mengatakan kegiatan reklamasi di area tambang sebagai bagian dari kewajiban perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) Nomor 3 Tahun 2020. Kegiatan ini dilakukan di area tambang yang sudah dinyatakan mine-out.
Ia menjelaskan, lahan tambang dapat dinyatakan mine out apabila proses penambangannya sudah mencapai lapisan batu dasar (bedrock). Artinya, material tambang yang ada di tanah tersebut sudah habis atau telah mencapai batasnya.
Sampai saat ini, kata Rifai, Harita Nickel telah melakukan reklamasi di lahan pascatambang dengan total seluas 201 hektare yang terdiri dari gabungan antara IUP PT Trimegah Bangun Persada Tbk (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS).
“Selain menjadi bagian dari kewajiban perusahaan, reklamasi juga diperlukan untuk mengembalikan kondisi dan fungsi ekologis lahan bekas tambang,” paparnya.
Dalam praktiknya, perusahaan menggunakan sejumlah tanaman yang diidentifikasi dalam AMDAL untuk memulihkan lahan pascatambang. Tanaman-tanaman ini, termasuk jenis-jenis pionir, dipilih karena kemampuannya beradaptasi dengan kondisi tanah yang ekstrem di area pascatambang.
“Di antaranya ada cemara laut, bintangor, gofasa, dan beberapa jenis yang lain,” tambah Rifai.
Jenis tanaman pionir ini tidak hanya mampu bertahan di kondisi yang sulit, tetapi juga berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Mereka melalui eksudat akarnya mampu menarik Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) serta mencegah erosi, sehingga memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
Di area reklamasi ini, juga ditanami beberapa jenis pohon lokal dari Pulau Obi. Tujuannya untuk memulihkan ekosistem asli dan menarik kembali fauna endemik pulau tersebut. “Kami berusaha untuk mengembalikan area reklamasi ini seperti pada rona awal. Tahun ini kami targetkan reklamasi seluas 30 hektar,” jelas Bagas, Reclamation Operation Foreman Harita Nickel, menambahkan.
Melakukan kegiatan reklamasi di Pulau Obi tidak mudah. Salah satunya karena cuaca yang tidak menentu, membuat tim tak jarang kesulitan untuk menyesuaikan jadwal penanaman.
“Terkadang curah hujan cukup tinggi, sementara lahan kami belum siap. Lalu ketika lahan kami sudah siap, hujannya tidak ada,” kata Bagas, menegaskan bahwa kondisi ini juga mempengaruhi keberhasilan penanaman dan pertumbuhan tanaman.
Rifai dan Bagas menekankan bahwa kondisi cuaca yang berubah-ubah ini menuntut adaptasi dan strategi yang fleksibel dalam pelaksanaan reklamasi. Meskipun demikian, perusahaan tetap berkomitmen untuk mengatasi tantangan tersebut demi keberhasilan program reklamasi dan pemulihan ekosistem yang berkelanjutan.
Selain itu, Harita Nickel juga melakukan monitoring berkala dan evaluasi terhadap program reklamasi yang telah dijalankan dengan melibatkan pihak eksternal. Monitoring ini melibatkan pengukuran pertumbuhan tanaman, analisis kualitas tanah, dan pemantauan keberadaan flora fauna di area reklamasi dan pertambangan. Hasil dari monitoring ini kemudian digunakan untuk memperbaiki dan mengoptimalkan program-program reklamasi dan revegetasi di masa mendatang
Go Top