10 February 2024
Keselamatan menjadi tanggung jawab setiap individu di Harita Nickel. Setiap Insan Harita, tanpa terkecuali, berkewajiban untuk memastikan bahwa dirinya sendiri dan rekan kerja di sekitarnya telah menjalankan pekerjaan secara aman. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Janji Safety dan 4 Langkah Kerja Aman di Harita Nickel yang dibuat dalam rangka mendukung kebijakan Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan Hidup (K3LH) perusahan.
Namun demikian, keselamatan di lingkungan kerja acapkali dianggap hanya menjadi tanggung jawab departemen safety. Pekerja akan mematuhi peraturan, misalnya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara langkap, manakala berada dalam jangkauan pengawasan. Bak polisi lalu lintas, kehadiran tim safety menjadi momok yang ditakuti para karyawan.
Younsel Evand Roos, Direktur Operasional Harita Nickel, mengatakan keselamatan kerja adalah hal yang utama dalam menjalankan operasional perusahaan. Safety First yang menjadi slogan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), berarti bahwa keselamatan merupakan faktor utama sebelum memulai pekerjaan. Lebih lanjut lagi, hal ini menjadi tanggung jawab setiap individu, bahkan tidak hanya berlaku untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga terhadap lingkungan sekitarnya.
“Jadi kalau ada yang mengingatkan kita karena tidak memakai APD, karena bekerja tidak sesuai prosedur standar operasional (SOP), berarti dia sedang menjalankan tugasnya. Karyawan yang berjiwa safety atau K3, dia mengintrospeksi dirinya sendiri, apakah sudah bekerja secara aman dan segera mengambil tindakan untuk memperbaiki perilaku atau kondisi yang tidak aman demi melindungi diri sendiri dan orang lain,” ungkapnya, saat memberikan amanat dalam upacara penutupan Bulan K3 Nasional tahun 2024.
Mengingat begitu pentingnya K3, mendorong pemerintah dan semua elemen perusahaan untuk merayakan Bulan K3 setiap tahun. Tradisi ini bukan sekadar ritual; tujuannya adalah untuk menumbuhkan dan menghidupkan budaya K3 di lingkungan kerja, menciptakan suasana di mana keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas utama setiap individu.
“Safety tidak boleh ditinggalkan. Bila produksi tertinggal, kita bisa kejar. Namun bila kita lengah sekali saja tentang safety, akibatnya bisa fatal. Inilah safety first,” ungkapnya, seraya menegaskan, bahwa penerapan seluruh aspek K3 akan berkontribusi pada produktivitas perusahaan, yang pada akhirnya juga akan kembali kepada karyawan dan karena itu keduanya bisa berjalan secara beriringan.
Terkait upaya yang dilakukan untuk menjadikan K3 sebagai bagian dari budaya kerja, Ngainur Rofiek, Head of Occupational Health, Safety & Training (OSHT) dari operasional pertambangan Harita Nickel, mengatakan perusahaan telah membuat kebijakan yang diturunkan dalam berbagai peraturan. Untuk memastikan pelaksanaannya di lapangan bisa berjalan efektif, peraturan-peraturan itu diintegrasikan dalam Safety Accountability Program (SAP).
Lebih rinci, Rofiek menjelaskan SAP mengatur tentang bagaimana sistem pengawasan K3 dijalankan. Seperti, kapan pengawasan dilakukan, oleh siapa dan tanggung jawabnya sampai di mana, dan disampaikan melalui media apa. Agar bisa menyeluruh, pengawasan dilakukan secara berjenjang. Mulai dari level foreman, supervisor hingga jenjang di atasnya; semua memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai porsinya masing-masing.
“Aturan-aturan ini dibuat untuk mendorong terciptanya budaya K3. Awalnya orang melakukan karena adanya aturan, karena kalau tidak dikerjakan akan mendapat sanksi. Tapi lambat laun akan menjadi terbiasa, dan akan menjadi budaya,” terangnya.
Untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh sehingga timbul kesadaran, selain melalui peraturan, perusahaan secara bertahap memberikan pelatihan-pelatihan terkait pentingnya K3. Di Harita Nickel, sejak tahun 2023 lalu diadakan Leadership Training yang secara bertahap diikuti oleh semua karyawan mulai dari level manager hingga staf dari seluruh departemen.
Menurut Rofiek, pelatihan menjadi bagian dari upaya untuk mempercepat lahirnya budaya K3. Bagaimana penerapan K3 dilakukan melalui keteladanan dari setiap leader. Dan setiap Insan Harita adalah leader bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.
“PR-nya, saat ini kita sedang meningkatkan maturity level kita dalam penerapan K3. Tingkat kedewasaan dalam safety itu ada 5 jenjang. Kita baru ada di tahap reaktif. Ini yang akan coba kita tingkatkan,” terangnya.
Sebagai informasi, kelima jenjang kedewasaan dalam penerapan safety meliputi vulnerable (dasar), reactive, compliant, proactive dan resilient. Secara singkat, pada tingkat pertama safety sebatas tempelan saja, namun miskin implementasi. Tingkat kedua, K3 baru menjadi prioritas setelah ada insiden. Ketiga, masih fokus pada pemenuhan aturan. Keempat, sudah ada upaya untuk tidak sekadar pada pemenuhan aturan, K3 sudah menjadi budaya mulai dari manajemen hingga karyawan. Kelima, K3 sudah menjadi budaya, dan sudah mulai melakukan inovasi-inovasi untuk mengoptimalkan penerapan K3.
Rofiek optimistis tingkat kedewasaan karyawan dalam penerapan K3 dapat meningkat. Hal ini tidak lain karena adanya dukungan penuh dari manajemen. Menurutnya, keberhasilan dari penerapan K3, selain karena adanya peraturan, sanksi, pelatihan-pelatihan yang dapat mempercepat lahirnya budaya K3; juga karena dukungan dari manajemen.
“SOP, peraturan, sanksi, pelatihan-pelatihan, itu untuk mempercepat lahirnya budaya K3. Namun yang lebih penting dari itu semua adalah komitmen dari manajemen. Alhamdulilah, di sini dari pucuk pimpinan kita sangat mendukung,” pungkasnya.
Go Top