15 April 2025
Ditulis oleh :
M Candra Wirawan A, PhD
Akademisi dan Peneliti Lingkungan
Akademisi dan peneliti di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Center for Environment and Sustainability Science Universitas Padjadjaran. Memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun dalam penelitian dan kolaborasi internasional di bidang ekosistem pesisir dan pengelolaan lingkungan berkelanjutan.
Setelah perjalanan lebih dari 24 Jam, lengkap dengan berbagai moda transportasi darat laut dan udara tibalah, kami di Pulau Obi. Malam itu adalah kali pertama saya menjejakan kaki di Pulau Obi. Ini juga kali pertama saya menyambangi Maluku Utara.
Satu sisi dari pulau tersebut tampak sangat benderang di gelapnya malam langit Maluku. Cahaya terang itu berasal dari bangunan-bangunan tambang Harita Nickel. Selain menambang, perusahaan itu juga melakukan pengolahan nikel menjadi feronikel, nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Pertambangan yang besar dengan semua prosesnya selalu memberikan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang sangat besar bagi indahnya alam Indonesia, khususnya Maluku Utara.
Pagi itu, kami dari Universitas Padjadjaran berkesempatan melihat secara langsung aktivitas pertambangan. Alat-alat besar pertambangan memang telah mengubah lanskap satu sisi Pulau Obi karena proses penambangan yang masih berlangsung. Namun, kami juga menyaksikan bagaimana lokasi bekas tambang direklamasi dan dihijaukan kembali setelah operasi selesai.
Tambang-tambang yang terbuka memberikan kekhawatiran lain saat curah hujan sangat tinggi, debit air yang sangat tinggi akan membawa sedimen yang dapat memberikan dampak bagi perairan Pulau Obi yang kaya akan terumbu karang dan sumber daya ikan yang penting bagi masyarakat lokal.
Untuk mencegah dan mengurangi kekhawatiran itu, kolam-kolam pengendapan yang luas dibuat untuk memastikan air dan sedimen tertampung dengan baik dan air olahan sisa tambang dapat dipergunakan kembali. Selain itu terak nikel sebagai sisa hasil pemrosesan juga telah mampu diolah sebagai bahan bangunan, bahkan digunakan untuk membuat formasi terumbu buatan yang ditanam sekitar pulau telah menjadi rumah ikan bagi biota laut lainnya.
Lalu, kami beranjak ke permukiman baru Desa Kawasi yang dibangun untuk masyarakat Obi. Desa ini dilengkapi bangunan sekolah. Tampak wajah-wajah siswa sekolah yang riang berseragam seperti anak-anak Indonesia lainnya.
Di sisi lain desa, perusahaan membangun sebuah pusat percontohan pertanian untuk masyarakat dengan berbagai komoditas, baik sayur maupun buah. Selain itu, beberapa kolam bulat juga dibuat sebagai percontohan budi daya ikan nila. Kandang-kandang ternak pun turut melengkapi kawasan percontohan ini menjadi kawasan pertanian terpadu dalam menghasilkan pupuk organik.
Menutup kunjungan di Pulau Obi, berbagai inisiasi kepedulian lingkungan didiskusikan secara terbuka di antara karyawan.
Malam itu, diskusi menghadirkan topik mengenai sampah plastik. Pasalnya, sampah plastik dinilai bakal menjadi permasalahan besar jika tidak dikelola dengan benar bagi Pulau Obi. Semua Insan Harita—sebutan bagi karyawan Harita Nickel—di Pulau Obi memahami ini sebagai permasalahan bersama yang harus dikelola bersama.
Meski ada kekhawatiran, cerita dari Obi juga membawa harapan. Tersampaikan dari banyak insan yang berkomitmen untuk memastikan lingkungan dapat dinikmati dan diwariskan untuk generasi Obi masa mendatang.
Salam Harita, suatu hari membawa cerita. Kami akan kembali ke Obi untuk cerita yang lain.
Go Top