Trimegah Bangun Persada

News Detail

Tari Soya-Soya, Refleksi Kebudayaan Masyarakat Halmahera Selatan

26 June 2023

Sahabat Harita Nickel berangkali tidak asing lagi dengan tari Soya-Soya. Tarian ini memang kerap kita jumpai di tengah masyarakat Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Misalnya, dalam acara penyambutan bupati atau tamu kehormatan lain yang mengunjungi warga. Tari Soya-Soya juga kerap tampil dalam berbagai kegiatan yang digelar Harita Nickel.

Lantas apa sih arti Tari Soya-Soya bagi masyarakat lokal dan dari mana asal usulnya? Simak sampai tuntas ya!

Maluku Utara menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Rempah-rempah dari provinsi ini menjadi salah satu harta karun yang diincar para penjajah di masa lampau, khususnya untuk jenis cengkeh dan pala. Bahkan bangsa Portugis sempat menduduki Provinsi Maluku Utara untuk memonopoli perdagangan rempah-rempahnya.

Selain kaya akan sumber daya alamnya, provinsi berjuluk Moloku Kie Raha ini juga dikenal akan kebudayaannya. Tari Soya-Soya menjadi salah satu kebudayaan tradisional khas Maluku Utara yang cukup populer di kalangan masyarakat lokal maupun wisatawan.

Tari Soya-Soya adalah jenis tarian perang yang merupakan bagian dari warisan budaya tradisional dari Maluku Utara. Tarian ini umumnya dipentaskan oleh para penari pria yang mengenakan kostum serupa prajurit kesultanan masa lampau. Jumlah personel penari sebanyak 3 orang atau lebih dengan hitungan ganjil.

Tarian ini sangat digemari masyarakat Ternate, Maluku Utara dan seringkali menjadi bagian penting dalam berbagai acara mencakup penyambutan tamu VIP, upacara adat, pertunjukan seni dan festival budaya.

Asal-Usul Tari Soya-Soya

Berdasarkan catatan sejarah, Tari Soya-Soya awalnya digunakan untuk membangkitkan semangat prajurit Kesultanan Ternate saat menyerbu Benteng Nostra Senora Del Rosario (Benteng Kastela) di Ternate yang diduduki oleh Portugis pada 25 Februari 1570.

Penyerbuan tersebut dipimpin oleh Sultan Baabullah dengan tujuan untuk mengambil jenazah sang ayah, Sultan Khairun, yang tewas dibunuh oleh tentara Portugis. Dalam perkembangannya, penjemputan ini kemudian beralih menjadi kebangkitan perjuangan rakyat Kayoa untuk melawan penjajah Portugis pada akhir abad ke-16.

Sebagai bentuk penghormatan terhadap peristiwa heroik itu, para seniman Kesultanan Ternate kemudian mengembangkan Tari Soya-soya sebagai salah satu tarian yang mencerminkan semangat keberanian dan kejayaan masa lalu yang harus diwariskan pada generasi mendatang.

Jika dirunut dari sejarahnya, Tari Soya-soya bukan hanya bagian dari budaya Kesultanan Ternate tetapi juga refleksi sejarah perjuangan masyarakat Kayoa, di Kabupaten Halmahera Selatan. Prajurit Kasultanan Ternate yang awalnya menyerbu Portugis untuk mengambil jenazah Sultan Khairun, berkembang menjadi perlawanan untuk mengusir penjanjah.

Tarian Soya-Soya juga merupakan bagian dari budaya masyarakat Maluku Utara secara umum. Tidak hanya di Kota Ternate atau pun di Kabupaten Halmahera Selatan, anak-anak di kampung-kampung di Maluku Utara sudah diajari tari Soya-Soya sejak masih kecil. Sekarang, bahkan tarian ini pun diajarkan kembali di Sekolah Dasar.

Makna Tari Soya-Soya

Kata Soya-Soya berarti “pantang menyerah”. Sementarai Tari Soya-Soya merupakan sebuah tari tradisional dengan gerakan yang khas dan menggambarkan gerakan menyerang, mengelak, dan bertahan seperti halnya ketika berperang. Dalam setiap gerakan, penari menggambarkan semangat pantang menyerah dan tekad untuk mempertahankan wilayah dan kebudayaan mereka.

Pada umumnya, tarian ini dilakukan secara berkelompok dengan minimal 3 orang dan maksimumnya tidak terbatas selama masih dalam jumlah ganjil. Jumlah ini menunjukkan pasukan ganjil akan berubah jadi genap ketika ditambah oleh seorang komandan atau pemimpin pasukan.

Biasanya penari Soya-Soya mengenakan pakaian putih dengan kain sambungan serupa rok berwarna-warni dan ikat kepala kuning sebagai simbol seorang prajurit perang. Selain itu, dilengkapi juga aksesoris berupa perisai (salawaku) dan  pedang bambu berhiaskan daun palem berwarna merah, kuning, dan hijau (ngana-ngana). Diiringi dengan musik yang berasal dari tifa (gendang), saragai (gong), dan tawa-tawa.

Tari Soya-soya awalnya dipertunjukkan sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah yang telah lama menguasai wilayah mereka. Namun, pada masa kini, tarian ini juga memiliki makna penting sebagai ekspresi penghargaan masyarakat terhadap para pejuang yang telah berusaha keras untuk mempertahankan tanah air mereka.

Selain itu, Tari Soya-soya juga menjadi sarana untuk memperkenalkan sejarah dan budaya setempat kepada generasi muda dan masyarakat luas. Melalui tarian ini, nilai-nilai keberanian, persatuan, dan semangat pantang menyerah yang terkandung dalam sejarah dan budaya lokal dapat disampaikan dan diapresiasi secara lebih mendalam.

Go Top