25 October 2024
Semburat merah sang fajar di langit Pulau Obi masih terlihat samar dan lembut menandakan hari masih dini. Namun kesibukan telah tampak di berbagai sudut dapur besar Harita Nickel. Di sana, para juru masak bergerak cepat, sigap mengolah berbagai macam bahan makanan yang sudah disiapkan. Uap mengepul dari panci-panci besar, mengisi udara dengan aroma masakan yang menggugah selera.
Di sudut lain dapur, ada yang sibuk mengupas bawang, ada pula yang sedang memotong sayuran hijau dengan cekatan. Setiap orang di dapur itu mengenakan masker, sarung tangan, dan penutup kepala. Tak ada yang dibiarkan sembarangan—kebersihan adalah aturan yang tak bisa ditawar. Setiap bahan yang masuk ke dapur harus melalui Quality Control (QC) yang ketat. Tim kantin memeriksa segalanya, dari kesegaran bahan hingga pengemasannya.
"Kami sangat memperhatikan higienitas. Setiap bahan yang masuk akan diperiksa oleh tim Food Safety dan tim Industrial Hygiene kami. Dari awal hingga proses memasak, semuanya harus memenuhi standar yang sudah ditetapkan manajemen," jelas Junaidi Arief, HRGA Superintendent PT Halmahera Persada Lygend (HPL).
Kesibukan ini mungkin terlihat seperti di dapur mana saja, tetapi ini bukan dapur biasa. Ini adalah jantung-jantung yang menyuplai makan untuk lebih dari dua puluh ribu karyawan setiap hari di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Setiap harinya, lebih dari 60 ribu porsi makanan harus siap disajikan. Untuk para pekerja di HPL saja, 15 ribu porsi makanan disiapkan dengan hati-hati.
Dapur-dapur perusahaan pertambangan dan hilirisasi mineral terintegrasi dan berkelanjutan ini tak pernah tidur, beroperasi tanpa henti selama 24 jam, memastikan semua karyawan mendapatkan makanan bernutrisi yang menunjang pekerjaan.
Selain itu, agar para karyawan tidak bosan, menu makanan disusun dengan variasi yang berbeda setiap harinya. Bahkan di HPL, ada program live cooking yang memberi pengalaman berbeda bagi karyawan.
“Pasokan makanan harus berjalan non-stop,” ujar Junaidi. “Tim kantin kami beroperasi penuh, menyiapkan sarapan, makan siang, makan malam, hingga menu untuk tengah malam. Semua diberikan cuma-cuma bagi karyawan, atau biasa kami sebut sebagai Insan Harita,” tambah Junaidi.
Namun, dengan lokasi perusahaan yang berada di daerah terpencil, bagaimana Harita Nickel memastikan pasokan bahan makanan selalu ada? Cuaca yang kadang tak menentu sering kali menjadi tantangan tersendiri.
“Kami memang menghadapi tantangan untuk memasok bahan makanan. Kami berusaha mengatasinya dengan bekerjasama dengan pemasok-pemasok lokal,” ungkap Junaidi.
Pemasok lokal yang dimaksud adalah petani dan nelayan dari Pulau Obi sendiri. Para petani dari Desa Laiwui, Buton, Jikotamo dan Akegula rutin memasok sayuran seperti pare, timun, dan buah-buahan segar seperti semangka dan melon. Sementara itu, ikan laut dipasok dari nelayan di desa-desa sekitar area operasional, Kawasi, Soligi, Mano dan Madopolo. Kerja sama ini tidak hanya menjamin pasokan bahan makanan, tetapi juga memberdayakan masyarakat.
Community Development Manager Harita Nickel Ifan Farianda mengatakan, keberadaan petani dan nelayan lokal memang sangat penting untuk menjaga pasokan bahan makanan karyawan, sehingga proses pendampingan terus dilakukan Harita Nickel.
Harita Nickel melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) mendorong konsep One Village, One product untuk meningkatkan kesejahteraan desa sekitar. Desa-desa di sekitar area operasional perusahaan diarahkan untuk menghasilkan produk unggulan yang dapat dipasok ke perusahaan maupun dipasarkan ke luar desa.
“Di sekitar perusahaan, kurang lebih ada 10 desa yang memiliki kelompok tani dan nelayan yang kami dampingi. Kami mendorong desa-desa ini untuk memiliki satu produk unggulan, sehingga nanti ada pasokan ke area kawasan industri dari masing-masing desa,” jelas Ifan.
Pelibatan petani dan nelayan lokal dalam rantai pasok makanan menunjukkan komitmen Harita Nickel, tidak hanya untuk memastikan ketersediaan makanan berkualitas, tetapi juga memperkuat perekonomian Pulau Obi. Kolaborasi antara Perusahaan dengan pemasok-pemasok lokal di sektor pertanian dan perikanan saja saat ini menciptakan geliat ekonomi senilai Rp 13 miliar per bulan. Belum lagi sektor-sektor lainnya.
Begitulah, di balik dapur-dapur besar yang sibuk, ada cerita tentang kontribusi dari para petani dan nelayan sekitar. Ada pula cerita tentang bagaimana ribuan karyawan di Pulau Obi, meskipun jauh dari hiruk-pikuk kota, tetap bisa menikmati makanan yang sehat setiap harinya.
Go Top