14 May 2025
Kawasi, 13 Mei 2025 - Di tengah meningkatnya tekanan perubahan iklim dan pertumbuhan industri, pengelolaan air menjadi salah satu indikator utama keberlanjutan sebuah perusahaan. Hal ini sangat krusial di sektor pertambangan, yang dikenal memiliki kebutuhan air tinggi dan potensi dampak lingkungan yang besar.
Sebagai bagian dari ekosistem industri pengolahan dan pemurnian nikel di Pulau Obi, Harita Nickel telah menyadari tantangan ini sejak awal. Dalam Laporan Keberlanjutan 2024, perusahaan mencatat total pengambilan air sebesar 867.835 megaliter (ML), di mana 91% di antaranya atau sekitar 787.902 ML berasal dari air laut. Air laut ini digunakan terutama untuk proses pendinginan pembangkit listrik dan pengolahan nikel.
Selain itu, sebesar 38.764 ML atau sekitar 4% dari total air yang digunakan bersumber dari curah hujan yang tertampung di area operasional. Strategi ini mencerminkan langkah proaktif untuk mengurangi ketergantungan pada air tawar yang terbatas.
Tak hanya mengandalkan air laut dan air hujan, Harita Nickel juga menerapkan strategi pemanfaatan ulang air secara menyeluruh. Lebih dari 10 juta meter kubik (m³) air telah berhasil didaur ulang untuk berbagai keperluan, termasuk pengendalian sedimen dan keperluan operasional lainnya.
Untuk mendukung pengendalian sedimen secara efektif, Harita Nickel membangun dan mengelola sebanyak 52 kolam sedimentasi di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS). Kolam-kolam ini dirancang untuk menangkap partikel sedimen yang terbawa dari aktivitas penambangan, sebelum air dilepaskan ke lingkungan.
“Memang upaya Harita Nickel ini perlu diapresiasi. Ketika saya pertama kali datang ke sini, infrastruktur yang ada masih belum optimal. Dan terakhir saya berkunjung ke Obi, mereka sudah membangun sediment pond yang cukup besar jika dibandingkan dengan tambang-tambang nikel lainnya,” ujar Dr. Ir. Muhammad Sonny Abfertiawan, S.T., M.T., Dosen dan Peneliti Rekayasa Air dan Limbah Cair di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Salah satu kolam sedimen terbesar berada di titik Tuguraci 2, dengan kapasitas penampungan air mencapai 924.000 meter kubik dan luas area sekitar 42 hektare. Proses pengendapan di kolam ini membantu menurunkan tingkat kekeruhan air dan memastikan kualitasnya memenuhi baku mutu, khususnya untuk parameter pH dan Total Suspended Solids (TSS).
Pemantauan harian pun dilakukan di titik-titik penaatan yang berizin, dan ketika endapan mencapai 70% dari kapasitas kolam, dilakukan pengerukan untuk menjaga efektivitas fungsi kolam. Upaya ini pun berjalan seiring dengan sistem pengolahan air sisa pengolahan yang diterapkan di fasilitas perusahaan.
Seluruh air sisa pengolahan tidak langsung dilepas ke lingkungan, melainkan diproses terlebih dahulu melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Proses ini mencakup metode pengendapan dan, bila diperlukan, penambahan zat tertentu untuk mengikat logam berat seperti kromium heksavalen (Cr6). Air hasil olahan ini kemudian dimanfaatkan kembali dalam operasional, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap sumber air alami sekaligus meminimalkan dampak ekologis.
Menurut Sonny, langkah awal yang perlu dilakukan dalam pengelolaan air tambang adalah memahami karakteristiknya.
“Setiap tambang punya kondisi yang berbeda-beda. Misalnya, ada dua tambang batu bara yang letaknya berdekatan. Air di satu tambang bersifat asam dan mengandung banyak sulfida, sementara air di tambang satunya tidak asam. Karena itu, penting untuk mengetahui seberapa banyak dan seperti apa kualitas airnya, supaya bisa ditentukan cara pengolahannya yang tepat,” jelasnya.
Berdasarkan penelitiannya, Sonny menjelaskan bahwa air tambang nikel di Indonesia umumnya memiliki pH netral hingga basa (8-9), dengan kebanyakan logam berat dalam bentuk tersuspensi sehingga relatif mudah diendapkan. Namun, jika ditemukan logam terlarut seperti Cr6, maka perlu dilakukan perlakuan khusus dengan reduksi menggunakan ferrosulfat (FeSO₄).
Untuk memastikan air tambang dan air sisa hasil pengolahan yang diolah memenuhi standar lingkungan, Harita Nickel juga menerapkan sistem pemantauan kualitas air secara berkala. Sistem ini mengacu pada SPARING (Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Industri Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan) dari Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu, perusahaan juga melakukan pengujian kualitas air secara berkala melalui laboratorium independen terakreditasi.
Ke depan, Harita Nickel terus mengembangkan inovasi dalam pengelolaan air yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Upaya ini juga menjadi bagian dari komitmen jangka panjang Harita Nickel dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya yang ke-6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak) dan ke-13 (Penanganan Perubahan Iklim).
Dengan sistem yang adaptif dan pendekatan yang terintegrasi, Harita Nickel menunjukkan bahwa pengelolaan air yang berkelanjutan bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga penting untuk memastikan keberlangsungan industri dan lingkungan di masa depan.
Baca Laporan Keberlanjutan 2024 untuk informasi lebih lanjut tentang komitmen keberlanjutan Harita Nickel dan strategi pengelolaan air.
Go Top