Trimegah Bangun Persada

News Detail

Peran Harita Nickel Sukseskan Net Zero Emission (NZE)

25 December 2022

Industri pertambangan yang bergerak di bidang eksplorasi mineral, khususnya nikel digadang-gadang memiliki peran yang cukup strategis di masa mendatang. Hal ini seiring dengan target yang dicanangkan Pemerintah untuk Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Pada November 2022 di Nusa Dua Bali, di sela-sela forum B20 Summit, Signing Agreement B20 Task Force, Sustainability & Climate Business Action, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan Indonesia akan menghasilkan 1,5 giga ton CO2 pada tahun 2060. Menurut Arifin Nilai emisi tersebut terjadi apabila kita hanya melakukan business as usual tanpa ada upaya untuk bergeser menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan menurutnya adalah dengan beralih menggunakan kendaraan listrik, yang mana kendaraan listrik tidak mengeluarkan emisi gas buang sehingga lebih ramah lingkungan.

Menurut Arifin, jumlah kendaraan di Indonesia mencapai lebih dari 140 juta unit. Kendaraan roda dua (motor), mendominasi dengan jumlah sekitar 120 juta unit. Sebagai informasi, pada roadmap transisi energi untuk mencapai NZE, pemerintah menargetkan pada tahap 2021-2025, jumlah kendaraan listrik 300.000 unit mobil dan 1,3 juta unit motor. Sedangkan pada tahap 2026-2030, jumlah kendaraan listrik ditargetkan 2 juta unit mobil dan 13 juta unit motor. 

Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah berkomitmen dalam pengurangan emisi melalui ratifikasi Perjanjian Paris yang tercermin dalam UU No 16/2016. Dalam Perjanjian Paris tersebut, Indonesia diharuskan untuk menguraikan dan mengkomunikasikan aksi dalam ketahanan iklim pasca 2020 yang dalam dokumen Kontribusi telah ditetapkan secara nasional (NDC). Dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030.

Sejalan dengan hal ini, Harita Nickel sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di industri pertambangan dan hilirisasi nikel di Pulau Obi turut serta berkontribusi dalam mewujudkan nol emisi karbon yang diharapkan oleh pemerintah. 

Melalui semua lini bisnis unitnya, Harita Nickel juga telah melakukan sejumlah upaya untuk menekan emisi karbon di sekitar lingkungan perusahaan.

PT HPL Optimalkan Produksi

PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL), salah satu unit bisnis Harita Nickel saat ini menjadi perusahaan pionir produsen Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik. MHP dihasilkan melalui pengolahan ore nikel kadar rendah melalui pengelolaan refinery nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Saat ini kapasitas produksi MHP di PT HPL mencapai 365 ribu ton per tahun.

Head of Technical Support PT Halmahera Persada Lygend, Rico W Albert, mengatakan, perusahaan berupaya mengoptimalkan kapasitas produksi MHP di Pulau Obi dalam rangka mendukung target NZE. Tidak hanya dari sisi produksi yang menghasilkan bahan baku baterai kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan, di lingkup area operasional pun PT HPL juga melakukan sejumlah upaya untuk menerapkan Net Zero Emission (NZE).

PT HPL lanjut Rico telah menerapkan beberapa upaya yang ramah lingkungan lain seperti dengan penggunaan solar panel di sekitar 

area mess karyawan serta  pengurangan konsumsi bahan bakar fosil dengan menggunakan kendaraan listrik di area perkantoran dan pabrik. “Kami juga menggunakan teknologi ESP (Electrostatic Precipitator) yakni teknologi pengendalian abu atau debu dari proses pembakaran sehingga lebih ramah lingkungan,” kata Rico.

PT TBP Dukung NZE dengan 3 Prinsip Utama 

Sementara itu lini bisnis Harita Nickel di bidang pertambangan PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP) telah melakukan beberapa langkah mendukung realisasi net zero emission. Deputy Head of Site PT Trimegah Bangun Persada 

(PT TBP), Primus Priyanto menjelaskan setidaknya terdapat 3 prinsip utama yang dilakukan oleh PT TBP dimulai dari pengurangan dan mengontrol emisi karbon, penggunaan energi terbarukan, serta penyerapan gas buang.

Langkah-langkah tersebut diwujudkan melalui upaya rutin melakukan kegiatan pemeliharaan peralatan tambang dan juga kendaraan yang digunakan. “Terdapat program pemeliharaan alat setiap 250 jam, 500 jam dan 1000 jam beroperasi. Melalui pemeliharaan rutin tersebut, diharapkan gas buang dari semua alat produksi dan kendaraan pendukung dapat terkontrol dengan baik,” jelas Primus.

Untuk mewujudkan prinsip energi terbarukan, Primus mengatakan bahwa PT TBP sudah mengaplikasikan penggunaan solar panel di sekitar area jalan kantor dan living quarter karyawan.

Di samping itu, PT TBP juga memiliki

komitmen tinggi pada kegiatan reklamasi, khususnya kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman yang ada di sekitar area operasional tambang. Melalui komitmen ini, diharapkan emisi gas buang yang ada, mampu diserap oleh tanaman yang telah ditanam.

PT MSP Siap Dukung Transisi Energi

Sementara itu, salah satu perusahaan smelter feronikel milik Harita Nickel, PT Megah Surya Pertiwi (MSP) juga menyatakan kesiapannya untuk mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan nol emisi karbon. Sejak tahun 2017 lalu, PT MSP telah menjalankan program penghematan energi dengan menekan penggunaan kertas, air, dan listrik di sekitar area perusahaan. 

Selain itu, pada tahun 2020 lalu, PT MSP juga telah membagikan 2.300 kotak makan plastik yang dapat digunakan berkali-kali ke seluruh karyawan dengan tujuan mengurangi sampah plastik dan kertas yang berasal dari kemasan makanan. Langkah ini terbukti efektif mengurangi sampah sekali pakai di area perusahaan.

Head of Technical Support Department PT MSP Willy K Dewadi mengungkapkan, PT MSP sedang melakukan uji coba pemanfaatan limbah domestik berupa minyak jelantah dalam aplikasi teknologi pirometalurgi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). 

“Kami manfaatkan minyak jelantah sebagai substitusi bahan bakar batubara pada salah satu lini dry kiln kami. Pilot project ini menggunakan 800 liter atau 4 drum minyak jelantah per minggu yang berhasil menurunkan konsumsi batubara sebanyak 20 persen dari biasanya,” ujar Willy. Dikatakan, jika percobaan ini berhasil dan berdampak baik terhadap instalasi, tidak menutup kemungkinan akan diaplikasikan di setiap line nantinya.


Head of External Relations Harita Nickel, Stevi Thomas menegaskan sebagai wujud tanggung jawab perusahaan terhadap upaya mitigasi perubahan iklim Harita Nickel terus melakukan kampanye hemat energi ke masing-masing lini bisnis yang ada di Site Obi.

Stevi mengungkapkan di PT TBP telah dilakukan sejumlah kajian untuk mengantisipasi dampak emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang timbul dari setiap tahap proses penambangan. Menurut Stevi, dampak perubahan iklim dari kegiatan pertambangan berasal dari perubahan lahan dan penggunaan energi fosil untuk pengoperasian alat berat dan peralatan pertambangan. 

“Di PT TBP, kami melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi di sepanjang tahapan produksi sebagai wujud dari komitmen kami untuk menjaga dan mengembalikan fungsi lingkungan yang terdampak akibat perubahan topografi dan muka lahan di wilayah operasional,” kata Stevi. Stevi menambahkan, semua unit bisnis Harita Nickel dalam memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi untuk penerangan jalan, mampu memberikan manfaat ganda. Selain sebagai upaya efisiensi, sumber energi yang tergolong terbarukan ini tidak menghasilkan emisi sebagaimana penggunaan energi berbahan dasar fosil.

Sementara di PT HPL, upaya itu dilakukan melalui komitmen menginternalisasi upaya menekan emisi gas rumah kaca dalam proses produksi. Sehingga operasional PT HPL sejalan dengan semangat memitigasi dampak perubahan iklim. “Kami telah melakukan sejumlah kajian untuk mengantisipasi dampak emisi yang timbul dari setiap tahap proses produksi,” kata Stevi. Perusahaan lanjut Stevi mengatur pemanfaatan sumber energi dalam setiap proses yang dilakukan berdasarkan kaidah dan tata kelola lingkungan yang baik melalui penerapan teknologi rendah emisi. Pemanfaatan teknologi hidrometalurgi dengan teknik High Pressure Acid Leaching memungkinkan nikel limonit diekstraksi pada temperatur 200° celcius yang mengkonsumsi energi  jauh lebih rendah dibandingkan  teknologi lain. “Dengan tingkat konsumsi energi yang lebih rendah, maka secara otomatis emisi yang dihasilkan dari aktivitas operasional HPAL dapat ditekan,” kata Stevi.*

Go Top